Sunan Muria adalah salah satu Wali Songo yang dikenal dengan cara berdakwahnya yang unik, salah satunya dengen menggunakan metode kursus gratis. Sunan Muria adalah anak deri Sunan Kalijaga dengan pernikahannya dengan Dewi Saroh yang merupakan puteri Syekh Maulana ishaq. Nama Sunan Kalijaga mungkin sudah tidak asing lagi untuk sekian banyak orang.
Beliau merupakan seorang
Walisongo, yang berpengaruh dalam penyebaran Islam di pulau Jawa. Beliau adalah
Wali Allah yang merupakan putra dari Adipati Tuban, Tidak jauh dari ayahnya,
Sunan MurÄ°a juga memiliki pengaruh dalam penyebaran Islam di pulau Jawa. Tidak
diketahui secara pasti tahun kelahiran dari Sunan Muria, tapi dalam sejarah
tercatat beliau wafat pada tahun 1551. Meski piawai berdakwah, Sunan Muria
justru memilih untuk berdakwah di daerah-daerah pelosok ketimbang daerah
perkotaan.
Sunan Muria memiliki nama asli
Raden Umar Said. Akan tetapi, ada juga yang menyebutnya dengan nama Raden Prawoto.
Sunan Muria sejak kecil sudah tertarik untuk belajar agama. Saat beliau sudah
beranjak remaja, Sunan Muria berguru pada Ki Ageng Ngerang bersama dengan Sunan
Kudüs dan Adipati Pathak.
Nama Sunan Muria disematkan
karena beliau berdakwah di daerah Gunung Muria. Oleh karena itu, nama Sunan
Muria pun diberikan sebagai julukan dari masyarakat sekitar. Meski namanya
sangat terkenal dan menjadi sosok yang sangat berpengaruh di Kesultanan Demak.
Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah terpencil dan jauh dari kehidupan
pusat perkotaan.
Beliau pun memutuskan untuk
tinggal dan menetap di Gunung Muria. Gunung Muria adalah salah satu gunung yang
terletak di pantai utara Jawa Tengah. Tempatnya ini berada di sebelah limur
laut Kota Semarang. Gunung Muria masuk dalam tiga wilayah kabupaten, yaitu
Kabupaten Kudüs, Kabupaten Jepara, dan Kabupaten pati.
Kanon salah satu alaÅŸan
mengapa beliau lebih memilih untuk berdakwah di pedalaman karena beliau merasa
masyarakat di pelosok tidak mendapatkan pengetahuan tentang ajaran. Ditambah lagi, kondisi ekonomi masyarakal di
sana terbilang kurang mampu sehingga Sunan Muria ingin berdakwah sekaligus
memajukan kehidupan ekonomi yang ada di sana.
MeÅŸki pusat berdakwahnya
adalah di Gunung Muria, pengaruh Sunan Muria sangat luas. Dakwahnya bahkan bisa
mencapai daerah Jepara, Tayu, Juwana, dan di daerah sekitar Kudüs. Masyarakat
Jawa yang pada masa itü memiliki tradisi budaya yang sangat kental membuat
ajaran Islam sulit diterima.
Oleh karena itu, Sunan Muria
yang memiliki toleransi tinggi pun memodifikasi tradisi lama Jawa Kuno dengen
ajaran Ä°slam. Jadi, bisa dikatakan kalau Sunan Muria tidak berdakwah secara
hitam putih. Beliau melakukan akulturasi budaya Jawa dengen ajaran Ä°slam. Salah
satu strateginya adalah dengan memodifikasi tradisi sesajen.
Masyarakat Jawa yang pada masa
itu kebanyakan adalah penganut agama Hindu, Budha, dan animisme diajarkan untuk
tidak Iagi mempersembahkan makanan kepada roh leluhur, melainkan membagikan
makanan kepada tetangga sekitar. Jadi, kalau ada orang yang punya hajat, maka
ia bisa mengumpulkan tetangga dan mendoakan leluhur bersama-sama dengan cara
Islam.
Masyarakat setempat pada masa
itu menamainya dengan tradisi kenduri. Tradisi ini sekarang lebih dikenal
dengan nama kirim doa yang dilakukan sebelum bulan Ramadhan, sebelum acara
pernikahan, hingga sebelum melakukan acara besar lainnya. Tujuannya masih sama,
yakni mendoakan para leluhur atau sanak keluarga yang sudah meninggal. Namun,
tidak dengan menyajikan sesajen, melainkan mengirimkan doa dengan membacakan
ayat-ayat Alquran dan shalawat.
Sunan Muria dikenal dengan
cara berdakwahnya yang bisa dikatakan berbeda dari metode berdakwah lainnya. Sunan
Muria memilih metode berdakwah dengan memberikan kursus gratis kepada
masyarakat setempat. Diketahui kalau masyarakat yang tinggal di daerah
pedalaman memiliki pengetahuan dan keterampilan yang kurang.
Beliau kemudÄ°an menggelar
kursus keterampilan yang khusus diÅŸelenggarakan bagi para petani, pedagang,
pelaut, dan nelayan. Di kursus tersebut, nanlinya masyarakat akan diberikan
pengetahuan bagaimana cara berdagang, bercocok tanam, menangkap ikan, membuat
perahu, dan lain sebagainya.
Setelah mengajarkan kursus
gralis keterampilan tersebut, beliau akan mengajarkan ajaran Islam kepada
mereka. Dengen membangun kepercayaan deri masyarakat. Sunan Muria bisa lebih
mudah untuk menyebarkan agama Islam di sana. Tidak hanya masyarakat yang
tinggal di Gunung Muria dan sekitarnya, masyarakat dari luar kota hingga luar
Pulau Jawa pun dalang menemui Sunan Muria unluk mendapatkan kursus gratis
tersebut. Inilah yang membuat nama Sunan Muria dikenal oleh masyarakat di luar
Jawa Tengah.
Bentuk perjuangan Sunan Muria
dalam menyebarkan ajaran Islam adalah dengan berdakwah dan mengombinasikannya
dengan kesenian. Tak berbeda jauh dengan ayah sekaligus gurunya, yakni Sunan
Kalijaga. Sunan MurÄ°a memÄ°lÄ°kÄ° kemampuan mendalang sepetti ayahnya. Salah satu
kisah perwayangan yang sering dılakonkan oleh Sunan Muria adalah Topo Ngeli.
Dalam kisah Topo Ngelj
memiliki tokoh utama bernama Dewa Ruci yang merupakan empu darÄ° Kerajaan
Majapahit. Dewa Ruci ini diceritakan berbaur dengan masyarakat setempat,
terutama rakyat jelata. Dengan berbaur bersama masyarakat jelata, Dewa
Ruci lalu menjalin hubungan
kekerabatan dan meniadakan adanya status sosial. Sebenarnya, tokoh Dewa Ruci
ini mencerminkan kepribadian Sunan Muria karena beliau juga sama-sama memiliki
sifat yang sama yakni suka membantu masyarakat.
Selain itu, beliau juga sering
menggelar pertunjukan wayang hasil gubahan ayahnya sepetti Dewi Ruci, Dewa
Srani, Semar Ambarang, Jamus Kalimasada, Begawan Ciptaning, dan masih banyak
lagi. Saat mendalang, unsur-unsur Ä°slami dimasukkan ke dalam pertunjukan wayang
tersebut. Dengan begitu, masyarakat yang menonton pertunjukan bisa mendapatkan
pelajaran tentang ajaran Ä°slam.
Belum ditemukan Ä°nformaÅŸÄ° yang
valid mengenaÄ° kapan meninggalnya Sunan Muria.
Namun, beberapa menyebut bahwa
Sunan Muria wafat pada tahun 1560 M. Beliau dimakamkan di DeÅŸa Celo, Kecamatan
Dawe, Kudus. Saat ini, tempat pemakamannya tersebut terletak di puncak gunung
Muria. Untuk dapat ke pemakaman tersebut, pengunjung harus menaiki ratusan
undakan tangga unluk dapat sampai ke kompleks makam.
Kisah Sabda Sunan Muria di
Balik Tradisi BuluÅŸan Kudus. Warga Dukuh Sumber DeÅŸa Hadipolo, Kecamatan
Jekulo, Kabupaten Kudüs, Jawa Tengah bakal menggelar iradisi Buluşan sepekan
setelah Lebaran. Tradisi ini rutin digelar setiap tahunnya. Seperti apa cerita
di balik tradisi BuluÅŸan tersebut.
Untuk diketahuÄ°, DeÅŸa Hadipolo
İni berjarak şekilar 7 kilometer dari pusat Kota Kudüs. Jika ditempuh dengen
berkendara sepeda motor membutuhkan waktu sekitar 20 menit, Tradisi BuluÅŸan ini
ternyata tak lepas dengan sejarah cikal bakal Dukuh Sumber, DeÅŸa Hadipolo.
Tradisi iini pun tak lepas dari sosok Mbah Buyut Dudo atau dikenal dengan Joko
Samudra.
"Asalnya Dukuh Sumber
Hadipolo, lerus zaman kuno ini termaÅŸuk cerita turun temurun, di sini maÅŸÄ°h
hutan, Ada sesepuh yang tinggal di sini, namanya Mbah Buyut
Dudo. Mbah Dudo ini tidak
punya istri, terang Juru kunci Makam Mbah dudo wilayah Dukuh Sumber dulunya
merupakan hutan. Jarak Dukuh Sumber dengan Pegunungan Muria sekitar 17
kilometer. Sirajudin menjelaskan sosok bulus ini merupakan santri dari Mbah
Dudo yang disabda oleh Sunan Muria.
Konon ceritanya Sunan Muria
sedang berjalan ke selatan saat malam hari, Sunan Muria kemudian melihal ada
orang yang sedang bekerja di sawah saat malam hari, dan berseloroh orang itü
mirip dengan buluÅŸ. "Jadi di sini wilayahnya dari Gunung Muria sekitar 17
kilometer ke selatan. Lha malam-malam menghadapi hari raya Lebaran itü ada
santri-santri Mbah Buyut Dudo ada daut di sawah. Lha itu ada Sunan Muria
berjalan lewat ke selatan wilayah, Sunan Muria ini bilang malam-malam kok
bekerja seperti bulus itu. Terus santri ini berubah menjadi bulus,' terang
Sirajudin.
Sıngkat cerita, Sunan Muria
pun bertemu dengen Mbah Dudo. Sunan Muria kemudian meminta maaf kepada Mbah
Dodo.
Lalü mereka berjalan ke arah
utara dengan membawa tongkat Sunan Muria pun menancapkan tongkal tersebut dan
keluar air. Sunan Muria akhirnya memberikan nama wilayah itü Dukuh Sumber. "Saat
itü Sunan Muria minta maaf karena santrinya disabda berubah menjadi buluş, Tadi
ada orang daut di sawah malam-malam menjadi bulus, tadi hanya bercanda. Karena
terlanjur terjadi, terus Sunan Muria berjalan ke utara sambil membawa tongkat
'adem ati', sampai di sini ditancapkan ke tanah terus diangkat, disaksikan ini,
akhirnya zaman deÅŸa ini namanya Sumber karena airnya banyak„" ucap
Sirajudin.
Sunan Muria menyampaikan jika
nantinya bulus tersebut akan diberi makan oleh anak cucu. Sirajudin menyebut
warga Dukuh Sumber banyak yang mengirim makanan di kompleks Makam Mbah Dudo dan
lokasi kolam bulus.
"Bulus ini akan di sini,
karena di sini akan menjadi sungai, Terus di sungai ini nanti bulus akan
diberikan makan anak cucunya. Sehingga sampai sekarang, anak cucu sampai
sekarang pasti kirim makanan ke bulus sini. Siapapun warga yang akan memiliki
hajatan ngirim makanan ke sini, kalau tidak ya ada kendala nanti," ungkap
dia.