![]() |
ceritakita.web.id |
Siang ini, matahari bersinar lebih terik daripada biasanya. Peluh mulai menetes dari seluruh tubuhnya. Namun, hal itu tidak menyurutkan langkahnya. Samar-samar terdengar suara adzan berkumandang. "Astaghfirullah, aku akan terlambat jika tidak bergegas."
"Wahai syarri, apakah engkau sedang menuju masjid?" tanya sesama pedagang di pasar itu. "Bukankah kamu bisa shalat dari tokomu sendiri? Apalagi, siang ini begitu panas. Jarak tokomu ke masjid pun sangat jauh." lelaki itu menghentikan langkahnya ketika namanya dipanggil.
"Tidak ada yang bisa menghentikanku untuk pergi ke masjid, saudaraku. Kecuali Alloh SWT", jawab Syarri. "Bukankah engkau pun tahu, bahwa pahala shalat di masjid lebih utama daripada shalat sendiri? Sungguh, aku tidak ingin rugi."
Begitulah, Syarri terkenal sebagai lelaki yang taat, jujur dan baik hati. Sehari-hari, dia bekerja sebagai pedagang di Pasar Baghdad. Dia sungguh pribadi yang hangat. Sayang kepada keluarga dan selalu bersedekah kepada yang membutuhkan.
Setiap kali memiliki rejeki yang lebih, dia pun membagikannya kepada orang-orang. Terima kasih, Syarri engkau selalu memberiku makan. Semoga Alloh mencukupkan rezekimu. Amin, terima kasih atas doamu, wahai saudaraku.
Suatu hari, Syarri mendapatkan ujian dari Alloh SWT. Kebakaran terjadi di Pasar Baghdad. Api melahap semua toko-toko yang berjajar dengan rapat. Asap hitam membumbung tinggi. Semua orang berteriak satu sama lain, "Ambil air! Cepat padamkan apinya!"
Syarri, masih belum mengetahui apa yang terjadi di pasar. Dia masih berada di tempat lain ketika peristiwa itu terjadi. Hingga seseorang berteriak dan memanggil namanya. "Syarri! Pasar Baghdad terbakar! Bukankah engkau memiliki toko disana?"
"Apakah benar apa yang engkau katakan itu?" tanya Syarri. "Lihat sendiri, langit berubah menjadi hitam di sebelah sana. Lebih baik engkau bergegas. Semua orang sedang berusaha memadamkan api," kata orang itu lagi. Setelah melihat sendiri asap hitam yang mengepul Syarri pun segera berlari menuju ke pasar.
Dia menerobos kerumunan orang-orang. Sebagian api sudah berhasil dipadamkan. Dan sebagian lagi masih berkobar. Semua lelaki berjuang bersama-sama dan para wanita yang kebetulan berada disana, terduduk sambil menangis.
Syarri langsung bersujud ketika melihat tokonya masih utuh. "Alhamdulilah, ya Rabb! Maka Suci Alloh, pemilik alam semesta." teriak Syarri penuh rasa syukur. Dia pun segera masuk ke dalam toko dan memeriksa keadaan di dalamnya. Sekali lagi Syarri mengucapkan syukur.
Syarri segera keluar dari toko dan bermaksud untuk membantu para pedagang lainnya. Mereka bahu membahu memadamkan api. Dan ketika api telah berhasil dipadamkan, kondisi pasar itu begitu mengerikan. Sebagian besar toko habis terbakar tanpa sisa.
Melihat pemandangan yang mengerikan tersebut. Syarri pun tersadar. Pantaskah dia mengucapkan syukur dengan sekeras tadi? Di saat semua saudaranya menderita seperti ini? "Astaghfirlullah, apakah ini artinya aku rela jika toko orang lain yang terbakar?"
Hari berikutnya, Syarri mengeluarkan semua barang yang ada di tokonya. Dia membagi-bagikan kepada para saudara-saudaranya yang tertimpa musibah. "Aku tidak memiliki hal lain untukku bagi. Kecuali barang ini. Semoga ini berguna untukmu," Kata Syarri setiap kali dia memberikan barangnya.
Tiga puluh tahun berlalu. Kini Syarri lebih suka mengajarkan ilmu kepada anak-anak muda. Dan dia sering membagikan pengalamannya itu kepada setiap murid baru. Ketahuilah, wahai muridku, Aku terus menerus beristigfar selama 30 tahun ini hanya karena satu kalimat Alhamdulilah yang aku ucapkan.
Begitulah, Syarri selalu mengajarkan bahwa ada kalanya kita berbuat khilaf karena bersyukur. Bersyukur atas perlindungan Alloh, itu wajib kita lakukan. Namun, jika syukur terjadi di atas penderitaan orang lain, sebaiknya kita tidak memperlihatkannya. Kita tetap harus menjaga perasaan saudara kita yang sedang berduka.