Kisah Hatim Berbakti kepada orang tua

 

Kisah Hatim ceritakita.web.id

Tiga orang sahabat sedang berkumpul besama. Mereka adalah para pemuda yang tekun dan giat menuntut ilmu. Salah satunya adalah Hatim Al Tirmidzi. Mereka sedang membahas rencana untuk menuntut ilmu lebih tinggi. 

Bagaiman dengan rencana kita untuk pergi ke kota? Di sana banyak sekali guru hebat yang bisa membimbing kita. Jika hanya di sini saja, ilmu kita tidak akan bertambah sedikitpun. Memang benar apa yang dikatakannya mereka bertiga sudah belajar dari semua guru yang ada. Namun, rasanya masih saja kurang.

"Sebaiknya, kita bersiap-siap. Bawalah perkenalan yang cukup dan mohon restu orang tua serta keluarga. Semoga kita bisa mencapai apa yang kita inginkan," lanjut sahabat tadi. Setelah itu, mereka pun membubarkan diri dan pulang ke rumah masing-masing.

Sesampainya di rumah, Hatim mencari ibunya. "Pada jam segini, ibu biasanya ada di dalam kamar. Aku akan menemui beliau," kata Hatim dalam hati. Namun, Hatim tidak bisa menemukan ibunya di dalam kamar. Hatim pun pergi ke halaman belakang. Dia melihat ibundanya sedang duduk sambil memandang langit.

"Ibu, ada yang ingin aku sampaikan. Semoga ibu berkenan mengabulkan permohonanku," ucap Hatim seraya duduk di samping ibunya. Sang ibu menoleh dan menatap anaknya menoleh dan menatap anaknya itu dengan lembut. Hatim pun mengutarakan maksudnya untuk pergi ke kota demi menuntut ilmu. 

Sungguh di luar dugaan, sang Ibu menolak permohonan Hatim. Ibu hanyalah seorang wanita tua yang hidup sendirian. Jika engkau pergi kepada siapakah ibumu ini akan bergantung? Selama ini, hanya engkau yang bisa melindungi ibu.

Hatim menangis di pangkuan ibunya. Dia menyesal telah membuat ibundanya khawatir. Maafkan saya ibu. Saya tidak bermaksud membuat ibu bersedih. Saya kan tetap tinggal bersama ibu. 

Pada hari yang telah dijanjikan, kedua sahabat Hatim berangkat ke Kota untuk menuntut ilmu. Mereka pergi setelah berpamitan pada Hatim. "Kami akan pulan lagi setelah selesai menuntut ilmu. Saat itu, kami akan mengajarkan apa yang kami pelajari kepadamu." kata salah satu sahabat. 

Hatim bersedih seorang diri. Dia merasa bahwa jalannya untuk menjadi orang yang lebih berilmu telah kandas. Kini aku tidak akan bisa mempelajari apapun lagi. Sedangkan kedua sahabatku pasti akan semakin pandai. 

Saat sedang bersedih, datanglah seorang lelaki berjubah putih dan menghampiri Hatim. Dia bertanya, mengapa Hatim terlihat begitu sedih. Hatim pun menceritakan apa yang baru saja terjadi. Secara mengejutkan, lelaki itu berkata, "Engkau sungguh berbakti kepada ibumu. Sebagai gantinya, apakah kau mau menuntut ilum dariku? Aku bisa mengajarkan banyak hal padamu. 

Sejak saat itu, Hatim selalu belajar dari lelaki tersebut setiap hari. Selama bertahun-tahun Hatim melakukannya. Hingga akhirnya, dia menjadi orang yang ahli dalam bidang ilmu hukum dan  tasawuf. Selama ini, dia tidak pernah tahu siapa gurunya itu.

Hingga suatu ketika, dia sadar bahwa gurunya adalah Nabi Khidir. Sebuah keistimewaan bisa belajar dari Nabi Alloh. Dan itu semua karena dia berbakti kepada ibunya.